PENGERTIAN PERNIKAHAN, TUJUAN, HIKMAH DAN DALIL
AL-QUR’AN HADITS YANG MENJADI LANDASAN HUKUMNYA
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Individu
Pada Mata Kuliah Fiqih (Tafsir Ahkam) -3 Di Semester V-C
Di susun oleh:
Siti Aisah
NIM:2012.112.01.2101
Dosen Pengampu:
Dr. Hj. Qurrotul ‘Ainiyah, M.HI
PRODI
S-1 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH
TINGGI ILMU TARBIYAH
AL URWATUL WUTSQO-JOMBANG
TAHUN AKADEMIK 2014/2015
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pernikahan
Nikah,
menurut bahasa: al jam’u dan al-dhamu yang artinya kumpul. Makna
nikah (zawaj) bisa diartikan dengan aqdu al-zawaj yang artinya akad
nikah. Juga bisa diartikan (wath’u al-zawaj) bermakna menyetubuhi istri.
Beberapa penulis juga terkadang menyebut pernikahan dengan kata perkawinan.
Dalam bahasa Indonesia perkawinan berasal dari kata kawin yang menurut bahasa
berarti membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau
bersetubuh. Istilah kawin digunakan secara umum untuk tumbuhan, hewan, manusia
dan menunjukan proses generative secara alami. Berbeda dengan itu, nikah hanya
digunakan pada manusia karena memgandung keabsahan secara hukum nasional, adat
istiadat dan terutama menurut agama.
Adapun
menurut syarak: nikah adalah akad serah terima antara laki-laki dan perempuan
dengan tujuan untuk saling memuaskan satu sama lainya dan untuk membrentuk
sebuah bahtera rumah tangga yang sakinah serta masyarakat yang sejahtera. Para
ahli fiqih berkata, zawwaj atau nikah adalah akad yang secara keseluruhan
didalamnya mengandung kata inkah atau tazwij. Hal ini sesuai dengan ungkapan
yang ditulis Zakiah Darajat dkk yang memberikan definisi perkawinan sebagai
berikut: “akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan kelamin
dengan lafaz nikah atau tazwij atau yang semakna dengan keduanya”.
Dalam Undang-Undang
No. 1 Tahun 1974 Bab 1 pasal 1 disebutkan bahwa: perkawinan adalah ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan
tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa.[1]
Pendapat Syafi’iyah
yang paling shahih mengenai pengertian nikah secara syar’I adalah bahwa kata
itu dari sisi denotatif bermakna akad sedang dari segi konotatif bermakna
hubungan intim sebagaimana disinggung al-Qur’an maupun as-sunnah kata nikah
dalam firman Allah “sebelum dia menikah dengan suami yang lain” (QS.
Al-Baqarah:230) maksudnya adalah akad sedangkan makna hubungan intim diambil
dari hadits al-Bukhari dan muslim, “sebelum engkau mengecap madunya”[2]
B. Dasar Hukum Nikah
Perkawinan
adalah sunatullah, hukum alam di dunia. Perkawinan dilakukan oleh manusia,
hewan,bahkan oleh tumbuh-tumbuhan. Bahwa segala sesuatu di dunia ini terdiri
dari dua pasangan. Misalnya, air yang kita minum terdiri dari oksigen dan
hydrogen, listrik ada positif dan negative dan lain sebagainya.[3]
Sesuai dengan firman Allah dalam al-Qur’an sebagai berikut:
وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُونَ [4]
Artinya:
dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat
kebesaran Allah.[5]
Pada dasarnya pernikahan itu diperintahkan
oleh syara’. Sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah SWT.
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى
فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ
خِفْتُمْ أَلا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ
أَدْنَى أَلا تَعُولُوا[6]
3. dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap
(hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau
budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak
berbuat aniaya.[7]
Firman
Allah:
وَأَنْكِحُوا الأيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ
عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ
فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ [8]
Artinya: dan
kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak
(berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya.
dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui[9].
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ
أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ [10]
71. dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan,
sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka
menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan
shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu
akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.[11]
Rasulullah Saw
bersabda:
عن عبد الله بن مسعود رضى الله عنه قال: قال لنا رسول الله صلى الله عليه
وسلم : يا معشر الشباب من استطاع منكمم الباءة فليتزوج فانه اغض للبصر واحصن للفرج
ومن لم يستطع فعليه با لصوم فانه له وجاء
“ibnu mas’ud r.a berkata : Rasulullah Saw bersabda kepada kami: Hai para
pemuda, apabila diantara kamu mampu untuk kawin, hendaklah ia kawin, sebab
kawin itu lebih kuasa untuk menjaga mata dan kemaluan, dan barang siapa tidak
mampumaka hendaklah ia berpuasa sebab puasa itu menjadi penjaga baginya ”.(HR.
Bukhari-muslim)
Perkawinan
pada dasarnya adalah mubah tergantung pada tingkat maslahatnya. Meskipun asal
hukumnya adalah mubah, namun dapat berubah menurut ahkamal khamsah
(hukum yang lima) menurut perubahan:[12]
1. Nikah wajib, nikah diwajibkan bagi orang
yang telah mampu yang akan menambah takwa. Nikah juga wajib bagi orang yang
telah mampu, yang akan menjaga jiwa dan menyelamatkannya dari perbuatan haram.
2. Nikah haram, nikah diharamkan bagi orang
yang tahu bahwa dirinya tidak mampu melaksanakan hidup berumah tangga melaksanakan
kewajiban lahir seperti memberi nafkah, pakaian, tempat tinggal dan kewajiban
batin seperti mencampuri istri atau berniat untuk menyakiti perempuan yang
dinikahi.
3. Nikah sunnah, nikah disunnahkan bagi orang
yang sudah mampu tetapi ia masih sanggup mengendalikan dirinya dari perbuatan
haram.
4. Nikah mubah, yaitu bagi orang yang tidak
berhalangan dan dorongan unuk nikah belum membahayakan dirinya, ia belum wajib
nikah dan tidak haram bila tidak nikah.
5. Nikah makruh yaitu bagi orang yang tidak
bisa memberi nafkah.
C. Tujuan Pernikahan
Kompilasi
hukum islam merumuskan bahwa tujuan pernikahan adalah untuk mewujudkan
kehidupan rumah tangga yang sakinah mawadah warahmah yaitu rumah tangga yang
tentram, penuh kasih sayang serta bahagia lahir dan batin. Hal tersebut sesuai
dengan firman Allah SWT dalam QS. Ar-ruum ayat 21 yang artinya:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا
لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي
ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ [13]
Artinya: dan
di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.[14]
Tujuan
pernikahan tidak hanya terbatas pada hal-hal yang bersifat biologis yang
menghalalkan hubungan seksual antara kedua belah pihak, tetapi lebih luas
meliputi segala aspek kehidupan rumah tangga, baik lahiriah maupun batiniah.
Sesungguhnya pernikahan itu ikatan yang mulia dan penuh barakah. Allah SWT
mensyari’atkan untuk keselamatan hambanya dan kemanfaatan bagi manusia agar
tercapai maksud dan tujuan yang baik.[15]
Zakiyah Darajat dkk mengemukakan lima
tujuan dalam pernikahan yaitu:
1. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan
2. Memenuhi hajat manusia menyalurkan
syhwatnya dan menumpahkan kasih sayangnya.
3. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri
dari kejahatan dan kerusakan
4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung
jawab
5. Membangun rumah tangga untuk membentuk
masyarakat yang tentram atas dasar cinta dan kasih sayang.
Pernikahan juga bertujuan untuk menata keluarga sebagai subjek
untuk membiasakan pengalaman-pengalaman ajaran
agama. Fungsi keluarga adalah menjadi pelaksana pendidikan yang paling
menentukan. Sebab keluarga merupakan salah satu diantara lembaga pendidikan informal,
ibu bapak yang dikenal pertama oleh putra putrinya dengan segala perlakuan yang
diterima dan yang dirasakannya, dapat menjadi dasar pertumbuhan
pribadi/kepribadian putra putri itu sendiri.
Sebagaimana sabda nabi muhammad Saw:
“tiada
bayi yang dilahirkan melainkan lahir diatas fitrah maka ayah dan ibundanya yang
menjadikan ia yahudi nasrani atau majusi”. (HR. Bukhari dari Abu Hurairah)
Sulaiman
al-Mufarraj dalam bukunya bekal pernikahan menjelaskan bahwa ada 15 tujuan
pernikahan yaitu:
1. Sebagai ibadah dan mendekatkan diri pada
Allah SWT.
2. Untuk ‘iffah (menjauhkan diri dari hal-hal
yang dilarang)
3. Memperbanyak umat Muhammad Saw.
4. Menyempurnakan agama
5. Menikah termasu sunnahnya para utusan Allah
6. Melahirkan anak yang dapat memintakan
pertolongan Allah untuk ayah dan ibu mereka saat masuk surga
7. Menjaga masyarakat dari keburukan,
runtuhnya moral, perzinaan dan lain sebagainya.
8. Legalitas untuk melakukan hubungan intim,
menciptakan tanggung jawab bagi suami dalam memimpin rumah tangga.
9. Mempertemukan tali keluarga yang berbeda
sehingga memperkokoh lingkaran keluarga.
10. Saling mengenal dan menyayangi
11. Menjadikan ketenangan kecintaan dalam jiwa suami
dan istri
12. Sebagia pilar untuk membangun rumah tangga
islam yang sesuai dengan ajaran-Nya
13. Suatu tanda kebesaran Allah SWT
14. Memperbanyak keturunan umat islam dan
menyemarakkan bumi melalui proses pernikahan
15. Unuk mengikuti panggilan iffah dan menjaga
pandangan kepada hal-hal yang diharamkan.
D. Hikmah Pernikahan
Sejalan
dengan tujuannya pernikahan memiliki sejumlah hikmah bagi orang yang
melakukannya. Dalam ensiklopedi tematis dunia islam, serta menurut sayid sabiq,
ulama fiqih kontemporer dalam bukunya fiqh as-sunah mengemukakan sebagai
berikut:[16]
1. Dapat menyalurkan naluri seksual dengan
cara sah dan terpuji
Bagi manusia naluri tersebut sangat
kuat dan keras serta
menuntut adanya penyaluran yang baik. Jika tidak, dapat mengakibatkan
kegoncangan dalam kehidupannya. Dengan perkawinan, kehidupan manusia menjadi
segar dan tentram serta terpelihara dari perbuatan keji dan rendah.
2. Memelihara dan memperbanyak keturunan dengan terhormat sehingga dapat
menjaga kelestarian hidup umat manusia.
3. Naluri keibuan dan kebapakan akan saling melengkapi
dalam kehidupan rumah tangga bersama anak-anak
4. Melahirkan organisasi dengan pembagian tugas/tanggung
jawab tertentu,serta melatih kemampuan bekerjasama
5. Terbentuknya tali kekeluargaan dan
silaturrahmi antar keluarga